Senin, 20 Februari 2012

Pesta Dansa dari Negeri Mimpi Burukku


Aku takkan bertele-tele tentang apa yang terjadi dalam pesta ulang tahun itu. Semua kehancuran antara aku dan viin bertambah seolah-olah apa-apa yang hancur kemarin belumlah cukup. Bermula dari denting piano yang menciptakan serenade indah dari jemari Bastian, disambut oleh nyanyianku, dan disambut pula oleh nyanyiannya. Jujur aku terhanyut dalam momen itu dan menatap Bastian lekat-lekat dan ia juga menatapku lebih dalam dan penuh makna. Tak perlu kujelaskan lagi bagaimana kemesraan itu terlihat bagi orang lain, terutama bagi sepasang mata berwarna cokelat jernih yg menatapku dengan tajam dan dingin. Viin… tentu saja.

Saat lagu kami selesai dan sahabat-sahabat kami mu
lai mengolok kemesraan kami tadi, aku menemukan sosok itu. Seketika keramaian itu terasa seperti kesunyian yang membentak. Pesta dansa indah ini telah berubah menjadi mimpi buruk.

***

Tuxedo berwarna gading itu membungkus tubuhmu dengan sempurna. Meskipun nafasku terasa sesak, aku berusaha memutar bola mataku untuk menatap matamu. Aku sadar warna cokelat jernih di dalamnya akan menusuk mataku dan membuatku merasakan hal yang lebih buruk daripada kematian. Namun tetap kulakukan. Canduku padamu sudah kepalang meraung saat ku terlanjur melihat sosokmu.


Benar saja
matamu membunuh segala panca inderaku, menyiksa tubuhku, memaksa jantungku berdetak berkali-kali lebih cepat daripada seharusnya. Membuat sensasi aneh di suatu tempat dalam perutku. Membuat getar aneh di sekujur tubuhku. Membuat kerongkonganku tercekat dan nafasku semakin sesak, kepalaku terasa semakin berat seolah ada beban yg menimpanya. Aku telah terjeratsama seperti pertama kita bertemu.

***

Diberkatilah
Bastian yang menarikku pada kerumunan sahabat-sahabat kami demi menghindari Viin. Namun apa daya, kami satu-satunya pasangan yang mengenakan pakaian berwarna hitam, sementara yang lain berwarna putih, emas, dan gading. Aku bersyukur karena Bastian menggenggam tanganku dan menguatkanku agar tidak menangis dan merusak suasana pesta ulang tahun Ivana itu. Namun rasanya hal itu makin membuat tatapanmu dingin dan tajam padaku.

Maa
fkan aku Viin. Aku tak bermaksud melukaimu apalagi dalam kesalah-pahaman begini. Aku bisa mengerti betapa besar aku melukaimu lagi. Aku telah melambungkanmu dalam kata-kata di notes-notesku sebelumnya, namun menjatuhkan dan menginjak-injakmu dengan menatap mesra dan tak sedetikpun lepas dari genggaman tangan pria lain yg notabene adalah mantan pacarku dan telah mencintaiku lebih dari tiga tahun tanpa henti. Maafkan aku

***

Viin,
 jika kamu membaca notes ini nanti. Kamu telah mengetahui hal sebenarnyaaku mencintaimu Viin. Lebih daripada diriku sendiri, lebih daripada yang bisa kukatakan.

Viin,
 seandainya kamu benar-benar memperhatikanku kemarin. Kamu akan melihat ada air mata yg menggantung di ujung mataku, namun tak bisa menetes, tak boleh menetes...